Lebaran dan Nagreg di Jalur Mudik Selatan
lebaran kali ini sungguh merupakan lebaran yang memprihatinkan bagiku, Saat arus mudik Lebaran, jalur utama selatan Jawa Barat-Jawa Tengah yang melintasi Garut-Tasikmalaya-Ciamis-Banjar tak pernah sepadat jalur di pantai utara (pantura) Jawa. Dengan keberadaannya yang relatif lebih sepi itu, jalur selatan menjadi alternatif menarik bagi pemudik yang hendak menuju Cilacap, Banyumas, Yogyakarta, atau Jawa Timur untuk menghindari kepadatan pantura.
Bagi pemudik setia jalur selatan, karakteristik jalan ibarat sudah hafal di luar kepala. Selain lebih sempit ketimbang pantura, jalur selatan juga penuh kelokan dan tanjakan-turunan. Sangat berbeda dengan rute pantura yang bisa dibilang lurus-lurus saja.
Salah satu ruas di jalur selatan yang layak diwaspadai pemudik tak lain adalah dari jalan menanjak di Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, hingga tanjakan Gentong di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya. Kedua kawasan ini rentan kecelakaan. Tidak sedikit yang mengalami musibah saat melintas di situ meski bukan di tengah arus mudik, baik disebabkan rem blong, sopir mengantuk, maupun penyebab lain.
Kewaspadaan pengemudi jalur selatan menjadi keharusan karena jalan di perbatasan Garut dan Tasikmalaya penuh dengan tingkungan tajam. Dari arah barat, pemudik akan menghadapi tanjakan tinggi yang bertahan hingga pos polisi di Kecamatan Kadipaten. Setelah itu, jalan juga terus menurun dengan banyak tikungan tajam sepanjang sekitar 2 kilometer hingga Rumah Makan Gentong.
"Akan ada petugas yang kami tempatkan di Gentong karena daerah tersebut rawan kecelakaan," kata Kepala Kepolisian Resor Kota Tasikmalaya Ajun Komisaris Besar Aris Syarif Hidayat. Pemudik yang mudik pada malam hari, kata Aris, harus ekstra hati-hati di jalan ini. Sebab, bila pengemudi mengantuk, ada risiko "terjun bebas" ke jurang yang berada tepat di salah satu sisi jalan.
Beruntung, sudah ada perbaikan di tanjakan Gentong, khususnya terkait penerangan jalan. Tahun 2008, jalur ini minim penerangan. Karena itu, pemudik yang jarang melintas di Gentong harus ekstra hati-hati jika lewat pada malam hari. Namun, kini sudah terpasang lampu penerangan. Meskipun tidak seterang lampu merkuri, lampu yang mengandalkan energi sinar matahari itu cukup membantu penerangan. Nagreg yang "istimewa"
Waspada di Gentong selayaknya waspada pula di Nagreg. Jalur rawan ini berada di kawasan selepas Gerbang Tol Cileunyi hingga Kecamatan Cicalengka, lalu masuk Kecamatan Nagreg, dan berakhir di perbatasan Kabupaten Garut.
Jalur ini "istimewa." Pasalnya, setiap tahun selalu menjadi sorotan nasional akibat kemacetan luar biasa kendaraan pemudik. Untuk tahun 2008 saja, terdapat sekitar 1,2 juta kendaraan, baik roda dua maupun roda empat, yang melintasi Nagreg.
Wilayah Nagreg ibarat "dari sononya" akrab dengan kemacetan. Ini erat kaitannya dengan keberadaan lintasan kereta api di seberang Markas Kepolisian Sektor Nagreg dan Jalancagak yang memisahkan pemudik menuju Garut dengan pemudik bertujuan Tasikmalaya. Di dua titik itulah, konsentrasi kendaraan tertumpuk bak leher botol yang menyempit.
Namun, lagi-lagi pemudik bisa bernapas lega dan tak perlu terlalu cemas karena perbaikan dan pelebaran jalan di situ sudah rampung. Jalan di sekitar perlintasan kereta api telah dilebarkan hingga 7 meter sehingga diharapkan bisa mengurangi kemacetan.
Jika tetap macet, pemudik masih bisa memanfaatkan keberadaan jalur alternatif. Jalur ini bisa bermanfaat seperti katup penyelamat ketika kemacetan panjang tak terhindarkan. Ada dua jalur alternatif yang bisa digunakan, yaitu jalur Wado-Tasikmalaya dan jalur Cijapati. Jalur Wado-Tasikmalaya menghubungkan Nagreg dengan Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, sedangkan jalur Cijapati menghubungkan Nagreg dengan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut.
Untuk mencapai Jalur Wado-Tasikmalaya, bisa dimulai dengan berbelok ke arah Jatinangor untuk menuju Kabupaten Sumedang, begitu keluar dari Gerbang Tol Cileunyi. Begitu sampai di pusat kota Sumedang, pemudik mengambil jalan menuju Wado dan berlanjut ke Malangbong.
Jalur alternatif ini lebih panjang ketimbang Nagreg, yang berjarak 32 kilometer dari Gerbang Tol Cileunyi. Panjang rute Wado-Tasikmalaya 22 kilometer lebih panjang, atau tepatnya 54 kilometer dari pintu tol itu. Namun, tak masalah bukan jika jauh sedikit, tetapi perjalanan lancar?
Jalur Cijapati bisa diambil sewaktu pemudik memasuki wilayah Cicalengka. Begitu sampai di Bundaran Parakanmuncang, mobil diarahkan berbelok menuju kota Cicalengka, Kecamatan Cikancung, lalu berbelok di pertigaan Cijapati. Jarak tempuh dari Cicalengka hingga Limbangan melalui jalur Cijapati 45 kilometer, sedangkan bila menyusuri Nagreg, 32 kilometer. Yang harus diwaspadai jika melintasi jalur alternatif, sebut saja di Cijapati, adalah minimnya stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU). Pemudik harus memenuhi tangki bahan bakar di Cikancung karena di sepanjang jalur Cijapati tidak ada SPBU.
Akhirnya, selamat mudik melintasi jalur selatan. Pasokan informasi aktual melalui siaran radio atau jasa layanan pesan singkat akan membantu pemudik menyesuaikan diri dengan kondisi teraktual. Jika kemacetan berada di depan Anda, jalur alternatif telah tersedia.
Bagi pemudik setia jalur selatan, karakteristik jalan ibarat sudah hafal di luar kepala. Selain lebih sempit ketimbang pantura, jalur selatan juga penuh kelokan dan tanjakan-turunan. Sangat berbeda dengan rute pantura yang bisa dibilang lurus-lurus saja.
Salah satu ruas di jalur selatan yang layak diwaspadai pemudik tak lain adalah dari jalan menanjak di Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, hingga tanjakan Gentong di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya. Kedua kawasan ini rentan kecelakaan. Tidak sedikit yang mengalami musibah saat melintas di situ meski bukan di tengah arus mudik, baik disebabkan rem blong, sopir mengantuk, maupun penyebab lain.
Kewaspadaan pengemudi jalur selatan menjadi keharusan karena jalan di perbatasan Garut dan Tasikmalaya penuh dengan tingkungan tajam. Dari arah barat, pemudik akan menghadapi tanjakan tinggi yang bertahan hingga pos polisi di Kecamatan Kadipaten. Setelah itu, jalan juga terus menurun dengan banyak tikungan tajam sepanjang sekitar 2 kilometer hingga Rumah Makan Gentong.
"Akan ada petugas yang kami tempatkan di Gentong karena daerah tersebut rawan kecelakaan," kata Kepala Kepolisian Resor Kota Tasikmalaya Ajun Komisaris Besar Aris Syarif Hidayat. Pemudik yang mudik pada malam hari, kata Aris, harus ekstra hati-hati di jalan ini. Sebab, bila pengemudi mengantuk, ada risiko "terjun bebas" ke jurang yang berada tepat di salah satu sisi jalan.
Beruntung, sudah ada perbaikan di tanjakan Gentong, khususnya terkait penerangan jalan. Tahun 2008, jalur ini minim penerangan. Karena itu, pemudik yang jarang melintas di Gentong harus ekstra hati-hati jika lewat pada malam hari. Namun, kini sudah terpasang lampu penerangan. Meskipun tidak seterang lampu merkuri, lampu yang mengandalkan energi sinar matahari itu cukup membantu penerangan. Nagreg yang "istimewa"
Waspada di Gentong selayaknya waspada pula di Nagreg. Jalur rawan ini berada di kawasan selepas Gerbang Tol Cileunyi hingga Kecamatan Cicalengka, lalu masuk Kecamatan Nagreg, dan berakhir di perbatasan Kabupaten Garut.
Jalur ini "istimewa." Pasalnya, setiap tahun selalu menjadi sorotan nasional akibat kemacetan luar biasa kendaraan pemudik. Untuk tahun 2008 saja, terdapat sekitar 1,2 juta kendaraan, baik roda dua maupun roda empat, yang melintasi Nagreg.
Wilayah Nagreg ibarat "dari sononya" akrab dengan kemacetan. Ini erat kaitannya dengan keberadaan lintasan kereta api di seberang Markas Kepolisian Sektor Nagreg dan Jalancagak yang memisahkan pemudik menuju Garut dengan pemudik bertujuan Tasikmalaya. Di dua titik itulah, konsentrasi kendaraan tertumpuk bak leher botol yang menyempit.
Namun, lagi-lagi pemudik bisa bernapas lega dan tak perlu terlalu cemas karena perbaikan dan pelebaran jalan di situ sudah rampung. Jalan di sekitar perlintasan kereta api telah dilebarkan hingga 7 meter sehingga diharapkan bisa mengurangi kemacetan.
Jika tetap macet, pemudik masih bisa memanfaatkan keberadaan jalur alternatif. Jalur ini bisa bermanfaat seperti katup penyelamat ketika kemacetan panjang tak terhindarkan. Ada dua jalur alternatif yang bisa digunakan, yaitu jalur Wado-Tasikmalaya dan jalur Cijapati. Jalur Wado-Tasikmalaya menghubungkan Nagreg dengan Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, sedangkan jalur Cijapati menghubungkan Nagreg dengan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut.
Untuk mencapai Jalur Wado-Tasikmalaya, bisa dimulai dengan berbelok ke arah Jatinangor untuk menuju Kabupaten Sumedang, begitu keluar dari Gerbang Tol Cileunyi. Begitu sampai di pusat kota Sumedang, pemudik mengambil jalan menuju Wado dan berlanjut ke Malangbong.
Jalur alternatif ini lebih panjang ketimbang Nagreg, yang berjarak 32 kilometer dari Gerbang Tol Cileunyi. Panjang rute Wado-Tasikmalaya 22 kilometer lebih panjang, atau tepatnya 54 kilometer dari pintu tol itu. Namun, tak masalah bukan jika jauh sedikit, tetapi perjalanan lancar?
Jalur Cijapati bisa diambil sewaktu pemudik memasuki wilayah Cicalengka. Begitu sampai di Bundaran Parakanmuncang, mobil diarahkan berbelok menuju kota Cicalengka, Kecamatan Cikancung, lalu berbelok di pertigaan Cijapati. Jarak tempuh dari Cicalengka hingga Limbangan melalui jalur Cijapati 45 kilometer, sedangkan bila menyusuri Nagreg, 32 kilometer. Yang harus diwaspadai jika melintasi jalur alternatif, sebut saja di Cijapati, adalah minimnya stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU). Pemudik harus memenuhi tangki bahan bakar di Cikancung karena di sepanjang jalur Cijapati tidak ada SPBU.
Akhirnya, selamat mudik melintasi jalur selatan. Pasokan informasi aktual melalui siaran radio atau jasa layanan pesan singkat akan membantu pemudik menyesuaikan diri dengan kondisi teraktual. Jika kemacetan berada di depan Anda, jalur alternatif telah tersedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar